Edumuslim.org
- Wukuf di Arafah adalah momen di mana semua jamaah haji berkumpul dalam satu lokasi, pada satu waktu, dan mengenakan pakaian seragam: kain ihram berwarna putih. Di tengah padang Arafah, tidak ada perbedaan status sosial. Yang tampak hanyalah kesamaan sebagai hamba Allah. Suku, ras, dan latar belakang lainnya tak lagi menjadi pembeda. Yang terlihat jelas adalah kesatuan dalam keyakinan dan penghambaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Disini, tidak ada kebanggaan akan warna kulit, melainkan kebersamaan dalam merendahkan diri di hadapan-Nya.

 

Pengertian Wuquf (berkumpul)

 
Yang dimaksud dengan wuquf di `Arafah: keberadaan para haji di tanah (`Arafah) dengan syarat-syarat dan hukum-hukum yang telah ditetapkan.
 

Hukum Wuquf

 
Wuquf di `Arafah merupakan rukun dasar dari berbagai rukun-rukun haji, dan dikhususkan bahwa siapa yang terlewat wuquf di `Arafah maka telah terlewat hajinya.
 
Telah ditetapkan kerukunannya dengan dali-dalil qath’i dari al Qur`an, as-Sunnah, dan Ijma’.
Dalil al-Qur`an: Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
 
(ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ)
 
“Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (arafah)[2]
 
Telah ditetapkan bahwa ayat tersebut diturunkan untuk memerintahkan manusia agar berwuquf di `Arafah: dari ‘urwah dari ayahnya dari `A'isyah bahwa ayat tersebut diturunkan di dalam hums[3], dia berkata: mereka menyebar kepada orang yang berkumpul dan sampai ke `Arafah[4].
 
2. Dalil as-Sunnah ada beberapa hadits dan yang paling terkenal: hadits abdurrahman bin Ya’mar
 
أن النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ مُنَادِيًا، فَنَادَى، الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ
 
“Bahwa nabi memerintahkan kepada penyeru agar berseru: haji adalah `Arafah, siapa yang datang pada malam hari sebelum terbitnya matahari maka telah mendapatkan haji”[5].
 
3. Dalil ijma dari sejumlah ulama bahwa itu merupakan salah satu dari rukun-rukun haji, dan bagi yang melewatinya maka telah melewatkan haji seluruhnya[6].
 
Waktu Berkumpul (wuquf)
 
Waktu wuquf di `Arafah di mulai setelah tengah hari (zhuhur) hari `Arafah menurut mayoritas ulama [Al Badaai’ (2/125), dan al Mughni (3/414)], karena nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- melakukannya, nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak berdiri di `Arafah kecuali setelah tengah hari -seperti di dalam hadits Jabir yang panjang- , beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
 
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
 
“Contohlah aku untuk ibadah umrah dan haji kalian"
 
Imam Ahmad -rahimahullaah- berpendapat bahwa waktu wuquf di mulai dari fajar hari `Arafah. Dalilnya adalah hadits ‘urwah bin Mudhras bahwa nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
 
مَنْ شَهِدَ صَلَاتَنَا هَذِهِ، وَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى يدفَعَ وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذَلِكَ لَيْلًا، أَوْ نَهَارًا، فَقَدْ أَتَمَّ حَجَّهُ، وَقَضَى تَفَثَهُ
 
“Siapa yang menyaksikan shalat kami ini, dan berdiri bersama kami hingga terdorong, dan telah wukuf di `Arafah sebelum itu malam atau siang -maka telah sempurna hajinya dan telah melakukan yang semestinya”.[Shahih, Hadits riwayat: Abu Daud (1950), dan At-Tirmidziy (891), dan Nasaai (5/263), dan Ibnu Majah (3016), dan lihat al Irwaa (1066)]
 
Akan tetapi kalimat malam atau siang adalah mutlak, terbatas dengan praktik nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan menjadi maksud dari setelah tengah hari. Inilah yang lebih hati-hati. Allah Maha Tahu.
 
2. Siapa yang berwuquf pada siang hari di `Arafah maka diharuskan baginya memanjangkan waktu wuqufnya hingga setelah terbenam, dan jika menyelesaikannya sebelum terbenam: pendapat Abu Hanifah, Syafi`iy dan Ahmad [Al Badaai’ (3/1098), al Majmu’ (8/123), dan al Mughni (3/370)] bahwa hajinya sah dikenakan dam untuk memperbaiki yang kurang dari bagian berkumpul dari malam hingga siang di dalam wuquf.
 
Dalam suatu riwayat dari Syafi`iy: tidak diwajibkan baginya dam, dengannya juga pendapat para pengikut madzhab zhahiri [Al Muhallaa (7/118)]. Inilah pendapat yang kuat bersama pendapat kami dengan kewajiban, Malik berpendapat bahwa hajinya tidak sah hingga mengumpulkan antara siang dan malam di dalam wuqufnya [Al Mudawwanah (1/413), dan Bidaayatul Mujtahid (1/375)]. Dalilnya adalah hadits Ibnu `Umar -radhiyallahu `anhu- berkata:
 
مَنْ أَدْرَكَ عَرَفَاتٍ بليل, فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجُّ, وَمَنْ فَاتَهُ عَرَفَاتٌ بليل فَقَدْ فَاتَهُ الْحَجُّ , فَلْيَحِلَّ بِعُمْرَةٍ , وَعَلَيْهِ الْحَجُّ مِنْ قَابِلٍ
 
“Siapa yang mencapai `Arafah pada malam hari maka telah mendapatkan haji, dan siapa yang melewatkan `Arafah pada malam hari maka dia telah melewatkan haji, maka hendaknya bertahallul dengan umrah, dan diharuskan baginya mengulang haji dari pertama. [Shahih mauquf, Hadits riwayat: Malik di dalam Muwattha’ (886 secara mauquf), dan Daraquthni (2/241) secara mauquf]
 
Saya menjawab tentang hadits tersebut bahwa adapun dikhususkannya waktu malam karena keterlambatan bergantung dengannya, dan tujuan penetapannya adalah:
 
3. Kemampuan yang membagi untuk berwuquf hendaknya berwuquf sebagian dari waktu malam sebelum fajar -walaupun hanya sebentar- jika fajar telah terbit sebelum dia berwuquf maka dia telah melewatkan haji. Menunjukkan kepada hal ini juga hadits Urwah bin Mudhras di atas. Allah Maha Tahu.
 

Sunnah-Sunnah Dan Adab wuquf Di `Arafah Dan ifadhah Darinya

 
Berwuquf di padang pasir: Dibolehkan bagi para haji berwuquf di tempat manapun dari `Arafah, dan dianjurkan berwuquf di padang pasir yang terbentang di bawah gunung ar-rahmah, yaitu gunung yang terletak di tengah tanah `Arafah. Berdasarkan hadits Jabir :
 
حَتَّى أَتَى الْمَوْقِفَ، فَجَعَلَ بَطْنَ نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ إِلَى الصَّخَرَاتِ وَجَعَلَ حَبْلَ الْمُشَاةِ بَيْنَ يَدَيْهِ
 
“Hingga sampai di suatu tempat berwukuf lalu menjadikan perut untanya yang paling dalam ke padang pasir, dan menjadikan tali tunggangannya di antara kedua tangannya”
 
Nawawi berkata: Inilah tempat yang dianjurkan, adapun yang terkenal di antara orang-orang awam yang kaya dengan menaiki gunung, dan dugaan mereka bahwa tidak sah wuquf kecuali disana maka itu adalah salah.
 
2-3. Menghadap Kiblat, Dan Mengangkat Kedua Tangan Seraya Berdoa:Berdasarkan hadits Jabir:
 
(واستقبل القبلة و قال النبي: خير الدعاء عرفة, و خير ما قلت أنا و النبيون من قبلي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
 
“Menghadap kiblat, nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: doa yang paling baik adalah `Arafah, dan yang sebaik-baiknya hal yang aku katakan dan para nabi sebelumku: tiada tuhan selain Allah satu-satunya yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan pujian, dan Dialah yang maha kuasa atas segala sesuatu [Hasan, Hadits riwayat:At-Tirmidziy (3585), dan Ibnu Abi Syaibah (1/369), dan lihat as shahihah(1503)].
 
Telah disebutkan dari nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- di dalam doa `Arafah terdapat beberapa lafazh akan tetapi di dalam sanad-sanadnya terdapat layyin. [Lihat zaadul ma’aad (2/237)].
 
4. Bertalbiyah: Hadits Sa`id bin Jabir berkata:
 
 كُنَّا مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ لِي: يَا سَعِيدُ مَا لِي لَا أَسْمَعُ النَّاسَ يُلَبُّونَ؟ فَقُلْتُ: يَخَافُونَ مِنْ مُعَاوِيَةَ قَالَ: فَخَرَجَ ابْنُ عَبَّاسٍ مِنْ فُسْطَاطِهِ، فَقَالَ: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، فَإِنَّهُمْ قَدْ تَرَكُوا السُّنَّةَ مِنْ بُغْضِ عَلِيٍّ
 
“Kami bersama dengan Ibnu `Abbas, lalu dia berkata kepadaku: wahai Sa`id kenapa aku tidak mendengar orang-orang bertalbiyah? Lalu aku menjawab: mereka takut kepada Mu’awiyah, dia berkata: Ibnu `Abbas keluar dari kemahnya lalu dia mengucapkan: labbaika allahumma labbaik, maka mereka telah meninggalkan sunnah dari membenci Ali” [Dihukum shahih oleh al-Albani: Hadits riwayat: Hakim (1/464-465), dan Baihaqi (5/103), dan lihathajjatun nabi (hal.74)].
 
Penulis berkata: Walaupun Ibnu Taimiyah menyebutkan (26/136) bahwa talbiyah di `Arafah tidak diriwayatkan dari nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan diriwayatkan dari khulafaa’ ar- raasyidin dan selainnya, akan tetapi hadits Ibnu `Abbas -jika shahih- maka dia merupakan dalil terhadap hal ini. Allah Maha Tahu.
 
Catatan: Seperti inilah seharusnya keadaan para haji di `Arafah, berdzikir, berdoa, menghadirkan hati, membaca dan merendahkan diri, meminta dan memohon, tunduk kepada Allah subhanahu wa ta'ala, lalu sekiranya perasaanku dimanakah ini orang yang mengosongkan hari `Arafah di dalam hiburannya dan permainannya menjauh dari tuhannya menyibukkan diri dengan hal-hal baru yang tidak bermanfaat, bahkan barangkali bermain kertas (kutcina), merokok, mendengarkan lagu-lagu dan selain itu dari hal-hal yang diharamkan. Kita berlindung dengan Allah dari kehinaan.
 
5. Hendaknya dalam keadaan berbuka dan tidak berpuasa. Berdasarkan hadits Maimunah:
 
أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِي صِيَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ «فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهُوَ وَاقِفٌ فِي المَوْقِفِ فَشَرِبَ مِنْهُ» وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
 
“Bahwa orang-orang mengadukan puasanya nabi pada hari `Arafah, lalu dikirimkan susu  kepadanya -dan beliau berdiri di suatu tempat- lalu beliau meminumnya dan manusia menyaksikan” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (1989), dan Muslim (1124)].
 
6. Berifadhah dari `Arafah (turun) setelah terbenam dengan tenang. Yaitu dengan perlahan-lahan dan ketenangan berdasarkan Sabda nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- -ketika menyelesaikan `Arafah setelah terbenamnya matahari-:
 
أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَإِنَّ البِرَّ لَيْسَ بِالإِيضَاعِ
 
“Wahai manusia sekalian atas kalian ketenangan, maka sesungguhnya kebaikan bukanlah dengan berhamburan” [Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (1671), dan Muslim (1218), dan Nasaai (5/257)] yakni: bercepat-cepat.
 
Akan tetapi jika mendapati celah di depannya maka sedikit dipercepat, berdasarkan hadits :
 
كَانَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ العَنَقَ، فَإِذَا وَجَدَ فَجْوَةً نَصَّ
 
“Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- berjalan biasa saja, dan jika jalan terasa longgar beliau mempercepat langkahnya. (HR bukhary (1666)
 
7. Berjalan ke muzdalifah dengan talbiyah. Telah disebutkan hadits tentang hal ini di tempat-tempat talbiyah.

Footnote:
[1] Bagi siapa yang tertinggal shalat jamaah bersama imam maka dibolehkan baginya shalat zhuhur dan ashar jama’ sendirian menurut mayoritas, dan menurut Abu Hanifah: tidak boleh.
[2]Al-Qur`an Surat: al Baqarah,199
[3] Hums adalah kaum quraisy dan yang dilahirkan, dan mereka pada zaman jahiliyah menyebar kepada orang yang berkumpul dan menyebarkan manusia dari `Arafah, lalu memerintahkan untuk bertolak dari `Arafah.
[4]Shahih, Hadits riwayat: Al-Bukhariy (1665), dan Muslim (1219).
[5]Shahih, Hadits riwayat: Abu Daud (1933), dan At-Tirmidziy (590), dan Nasaai (5/264), dan Ibnu Majah (3015).
[6] Bidaayatul Mujtahid (1/335).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama