TRILOGI TAUHID SALAFIYYAH DAN SIFAT DUA PULUH ASY'ARIYYAH SERTA SIFAT TAKWIIN MAATURIIDIYYAH TERKANDUNG DI DALAM PUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH

Konsep trilogi tauhid: Rubuubiyyah (penciptaan dan pengaturan serta penguasaan terhadap alam semesta), uluuhiyyah (keberhakan untuk disembah/diibadahi), dan asmaa' wa shifaat (nama-nama yang terbaik dan sifat-sifat yang termulia), yang dipopulerkan oleh Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah al-Hanbalii dari madzhab aqidah Atsarii/Salafii, bersama dengan konsep dua puluh sifat wajib Allah: wujuud (ada), qidam (terdahulu), baqaa' (kekal), mukhaalafatuhu lil hawaaditsi (berbeda dengan makhluk-makhluk), qiyaamuhu bi nafsihi (berdiri sendiri), wahdaaniyyah (esa), qudrah (berkuasa), iraadah (berkehendak), 'ilmu (mengetahui), hayat (hidup), sam' (mendengar), bashar (melihat), kalaam (berfirman), kaunuhu qaadiran (keberadaan Allah yang berkuasa), kaunuhu muriidan (keberadaan-Nya yang berkehendak), kaunuhu 'aaliman (keberadaan-Nya yang mengetahui), kaunuhu hayyan (keberadaan-Nya yang hidup), kaunuhu samii'an (keberadaan-Nya yang mendengar), kaunuhu bashiiran (keberadaan-Nya yang melihat), dan kaunuhu mutakalliman (keberadaan-Nya yang berfirman), yang dipopulerkan oleh al-Imaam as-Sanuusii al-Maalikii dari madzhab aqidah Asy'arii, dua-duanya dari kedua konsep tersebut selaras dan sesuai dengan pemahaman aqidah dalam Muhammadiyah, serta kedua konsep itu boleh diajarkan kepada warga-warga Muhammadiyah dan kader-kader Muhammadiyah -karena memang keduanya diakomodasi oleh Putusan dan Fatwa Tarjih-. 

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah -hafizhahumullaah- mengatakan dalam Putusan:

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِا للهِ رَبِّنَا وَهُوَ الْإِلَهُ الْحَقُّ الَّذِى خَلَقَ كُلَّ شّيْئٍ وَهُوَ الواَجِب الوُجُوْد وَ اْلأَوَّلُ بِلاَ بِدَايَةٍ وَاْلآخِرُ بِلاَ نِهَايَةٍ ولاَ يُشْبِهُهُ شَيئٌ مِنَ الكَائِنَاتِ الاَحَدُ فِىأُلُوْهِيَّتِهِ وَصِفاَتِهِ وَ اَفْعَالِهِ اَلْحَىُّ القَيُّوْمُ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلَِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ إِنَّمَا اَمْرُهُ اِذَا اَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ وَهُوَ عَلِيْمٌ بِمَا يَفْعَلُوْنَ اَلْمُتَّصِفُ بِالْكَلاَمِ وَكُلِّ كَمَالٍ. المُنَزَّهُ عَنْ كُلِّ نَقْصٍ وَمُحَالٍ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ. بَِيَدِهِ اْلأَمْرُ كُلُّهُ وَإِلَيْهِ يَرْجِعُوْنَ

"Wajib kita percaya akan Allah Tuhan kita. Dialah Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan segala sesuatu dan Dialah yang pasti adanya, Dialah yang pertama tanpa permulaan dan yang akhir tanpa penghabisan. Tiada sesuatu yang menyamai-Nya. Yang Esa tentang ketuhanan-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Yang hidup dan pasti ada dan mengadakan segala yang ada. Yang mendengar dan yang melihat. Dan Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu. Perihal-Nya apabila Ia menghendaki sesuatu la sabdakan: "Jadilah"! maka jadilah sesuatu itu. Dan Dia mengetahui segala yang mereka kerjakan. Yang bersabda dan memiliki segala sifat kesempurnaan. Yang suci dari sifat mustahil dan segala kekurangan. Dialah yang menjadikan sesuatu menurut kemauan dan kehendak-Nya. Segala sesuatu ada di tangan-Nya dan kepada-Nya akan kembali." [1]

Dalam teks Putusan Tarjih ini, sejatinya terkandung padanya konsep trilogi tauhid sekaligus juga konsep sifat dua puluh, hal itu dapat diketahui apabila teks tersebut dipahami secara teliti dan mendalam, apalagi hal itu dipertegas lagi dalam Fatwa Majelis Tarjih lainnya, saat menjawab pertanyaan sebagai berikut:

"Silsilah tauhid, kalau kelompok sebelah, mereka bersanad ke Ibnu Taimiyah yang membagi tauhid menjadi 2, tauhid uluhiyah dan rububiyah. Sementara imam Asy'ari menggolongkan ke sifat 20. Muhammadiyah ke mana condongnya ustadz?" [2]

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah -hafizhahumullaah- mengatakan jawabannya dalam Fatwa:

"Mengenai pembagian tauhid, kalangan ulama salaf memahami tauhid dengan 3 (tiga) bagian, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wash shifat. Pembagian ini disandarkan kepada Ibnu Taimiyah. Sementara itu, di kalangan Asy'ariyah, dikenal pula pembagian sifat Allah menjadi 20 sifat, yaitu wujud, qidaam, baqaa', mukhaalafatuhu lil hawaadits, qiyaamuhu binafsihi, wahdaniyah, qudrat, iradah, 'ilmu, hayat, sama', bashar, kalam, qadiirun, muriidun, 'aalimun, hayyun, samii'un bashiirun, dan mutakallimun.

Dalam hal ini Muhammadiyah tidak condong kepada pendapat yang mana pun, dan tidak pula menyalahkannya karena Muhammadiyah memiliki manhaj sendiri dalam memahami persoalan akidah. Muhammadiyah meyakini bahwa tauhid yang harus diyakini adalah harus berdasarkan kepada dalil yang jelas dari Al-Qur'an dan hadits bahwa Allah adalah Zat yang mencipta, memelihara, disembah, memiliki sifat dan nama. Pandangan Muhammadiyah terhadap sifat Allah tidak menetapkan atau membatasi dengan jumlah dan bilangan angka tertentu kecuali ada dalil yang menunjukkan akan hal tersebut.

Persoalan akidah menurut paham Muhammadiyah telah dijelaskan pada Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah dalam Kitab Iman, sebagai Keputusan Kongres Muhammadiyah ke-18 di Solo tahun 1929. Dalam Kitab Iman disebutkan pokok-pokok keimanan yang benar, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab, iman kepada Rusul (Rasul-rasul), iman kepada Hari Kemudian serta iman kepada Qadla dan Qadar. Di kalangan umat Islam pada umumnya, pokok-pokok keimanan itu lebih dikenal dengan istilah Rukun Iman.

Pada bagian iman kepada Allah diuraikan tentang kewajiban percaya kepada Allah sebagai Rabb (Tuhan) umat manusia, Allah adalah Tuhan yang sebenarnya (Al-llah Al-Haq), yang menciptakan segala sesuatu (Al-Khaliq) dan pasti ada-Nya (Wajib Al-Wujud). Dialah Yang Pertama tanpa permulaan dan Yang Akhir tanpa penghabisan (al-awwalu bi la bidayah wa al-akhiru bi la nihayah), atau bisa disebut dengan sifat qidam dan baqa. Tiada sesuatu yang menyamai-Nya, biasa disebut mukhalafatu lil-hawaditsi (berbeda dengan makhluk). Yang Esa tentang ketuhanan, sifat-sifat dan perbuatan-Nya, sering disebut wahdaniyah, dan lain sebagainya. Pada bagian Tanbih (Perhatian), dijelaskan Allah tidak memerintahkan untuk membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh akal dalam hal akidah, sebab akal manusia tidak mungkin mengetahui tentang Zat Allah dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada pada Allah. Lebih lengkapnya silakan saudara baca kembali buku HPT Kitab Iman tersebut.

Dengan mencermati keterangan yang ada dalam HPT Kitab Iman tersebut, terlihat bahwa Muhammadiyah sejatinya telah mengakomodir pendapat ulama di atas. Dalam HPT Kitab Iman telah tercakup keterangan tentang tauhid rububiyah dan uluhiyah, tercakup pula keterangan tentang sifat-sfat Allah. Di samping itu, pada Fatwa Tarjih dalam rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah Nomor 22 Tahun 2018 telah dijelaskan tentang persamaan substansi nama-nama Allah yang berjumlah 99 (asma al-husna) dengan sifat-sifat Allah yang berjumlah 20. Nama-nama maupun sifat-sifat Allah itu sama dan tidak ada batasan terhadap keduanya, karena Allah itu Maha Mutlak tanpa adanya batasan, kecuali yang telah dibatasi oleh Allah sendiri." [3]

Trilogi Tauhid Salafiyyah terkandung dalam teks Putusan Tarjih tersebut pada dua tempat, tempat pertama adalah pada teks:

اَلْاَحَدُ فِي أُلُوْهِيَّتِهِ وَ صِفَاتِهِ وَ اَفْعَالِهِ

"(Dialah Allah -pent) Al-Ahad (Yang Esa) tentang uluuhiyyatihi (ketuhanan-Nya), shifaatihi (sifat-sifat-Nya) dan af'aaliihi (perbuatan-Nya)."

Ini adalah penetapan Tauhiid (keesaan Allah) dalam tiga perkara:
(1) Dalam uluuhiyyatihi (ketuhanan Allah), inilah yang disebut Tauhiid al-Uluuhiyyah. 
(2) Dalam shifaatihi (sifat-sifat Allah), inilah yang disebut Tauhiid al-Asmaa' wash Shifaat.
(3) Dalam af'aalihi (perbuatan-perbuatan Allah), inilah yang disebut Tauhiid ar-Rubuubiyyah, karena Tauhiid ar-Rubuuiyyah memang memiliki nama lain yaitu Tauhiid Af'aalillaah (mengesakan Allah dalam perbuatan-perbuatan-Nya sebagai Tuhan/Rabb). 

Sedangkan tempat kedua, terletak pada teks tersebut dari awal hingga akhir, apabila kita melihatnya dengan cara pandang yang lebih menyeluruh dan lebih luas, yaitu dimulai dari menelaah teks yang paling awal saat membahas iman kepada Allah:

يَجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نُؤْمِنَ بِاللَّهِ رَبِّنَا

"Wajib kita percaya akan Allah Rabbinaa (Tuhan kita)"

Ini adalah keimanan terhadap ar-Rubuubiyyah yang dimiliki satu-satunya oleh Allah, kemudian pada teks lanjutannya:

وَ هُوَ الْإِلَهُ الْحَقُّ

"Dan Dialah al-Ilahul Haqq (Tuhan yang sebenarnya)."

Ini adalah keimanan terhadap al-Uluuhiyyah yang dimiliki satu-satunya oleh Allah, kemudian pada teks lanjutannya disebutkan satu per satu dari nama-nama Allah yang terbaik (al-Asmaaul Husnaa) dan sifat-sifat-Nya yang terluhur (ash-Shifaatul 'Ulyaa):

الَّذِي خَلَقَ كُلَّ شّيْئٍ وَ هُوَ الْوَاجِبُ الوُجُوْدُ وَ الْأَوَّلُ بِلاَ بِدَايَةٍ وَ الْاَخِرُ بِلاَ نِهَايَةٍ و لَا يُشْبِهُهُ شَيْئٌ مِنَ الْكَائِنَاتِ اَلْاَحَدُ فِي أُلُوْهِيَّتِهِ وَ صِفَاتِهِ وَ اَفْعَالِهِ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ اَلسَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَئٍ قَدِيْرٌ إِنَّمَا اَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ وَ هُوَ عَلِيْمٌ بِمَا يَفْعَلُوْنَ اَلْمُتَّصِفُ بِالْكَلاَمِ وَ كُلِّ كَمَالٍ. الْمُنَزَّهُ عَنْ كُلِّ نَقْصٍ وَ مُحَالٍ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَ يَخْتَارُ. بَِيَدِهِ الْأَمْرُ كُلُّهُ وَ إِلَيْهِ يَرْجِعُوْنَ. 

"(Dialah Allah -pent) Yang menciptakan (khalaqa) segala sesuatu dan Dialah al-Waajibul Wujuud (Yang pasti adanya), Dialah al-Awwal (Yang Maha Pertama) tanpa permulaan dan al-Akhiir (Yang Maha Akhir) tanpa penghabisan. Laa yusybihuhu syay-un minal kaa-inaat (Tiada sesuatu yang menyamai/menyerupai-Nya). Al-Ahad (Yang Maha Esa) tentang uluuhiyyatihi (ketuhanan-Nya), shifaatihi (sifat-sifat-Nya) dan af'aaliihi (perbuatan-perbuatan-Nya). Al-Hayyu (Yang Maha hidup) dan al-Qayyuum (Yang pasti ada dan mengadakan segala yang ada). As-Samii' (Yang Maha Mendengar) dan al-Bashiir (Yang Maha Melihat). Dan Dialah yang qadiirin (berkuasa) atas segala sesuatu. Perihal-Nya apabila la arada (menghendaki) sesuatu la sabdakan: "Jadilah!" maka jadilah sesuatu itu. Dan 'Aliim (Dia Maha Mengetahui) segala yang mereka kerjakan. Yang muttashifu bil kalaam (bersabda) dan memiliki segala sifat kesempurnaan. Yang suci dari sifat mustahil dan segala kekurangan. Dialah yang menjadikan sesuatu menurut kemauan dan kehendak-Nya. Segala sesuatu ada di yad (tangan)-Nya dan kepada-Nya akan kembali."

Ini adalah keimanan terhadap al-Asmaa' wash Shifaat yang dimiliki oleh Allah, yang mana tidak ada seorangpun yang dapat menyaingi Allah dalam itu semua.

Pada teks terakhir ini terdapat penetapan beberapa nama-nama Allah yang terbaik seperti al-Awwal, al-Akhiir, al-Hayyu, al-Qayyuum, al-Ahad, as-Samii', al-Bashiir, al-Qadiir, dan al-'Aliim.

Sifat dua puluh Asy'ariyyah dapat kita anggap tidak luput disebutkan juga di sana, karena beberapa dari sifat-sifat Allah yang termaktub, secara makna/substansi, berkesesuaian dengan kandungan/materi dari dua puluh sifat yang wajib bagi Allah, seperti wujuud (ada/al-waajibul wujuud), qidam (pertama tanpa permualaan/al-awwal bi laa bidaayah), baqaa' (akhir tanpa penghabisan/al-akhiir bi laa nihaayah), mukhaalafatuhu lil hawaadits (tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya/laa yusybihuhu syai-un minal kaa-inaat), qiyaamuhu bi nafsihi (pasti ada dan mengadakan segala yang ada/al-Qayyuum), wahdaaniyyah (Esa dalam ketuhanan-Nya, sifat-Nya, dan perbuatan-Nya/al-Ahadu fii uluuhiyyatihi wa shifaatihi wa af'aalihi), qudrah berserta kaunuhu qaadiran (berkuasa/qadiirin), iraadah berserta kaunuhu muriidan (menghendaki/arada), 'ilmu berserta kaunuhu 'aaliman (mengetahui/'aliim), hayah berserta kaunuhu hayyan (hidup/al-hayyu), sam'u berserta kaunuhu samii'an (mendengar/as-samii'), bashar berserta kaunuhu bashiiran (melihat/al-bashiir), dan kalaam berserta kaunuhu mutakalliman (bersabda/al-muttashifu bil kalaam), lengkap kedua puluh sifat wajib Asy'ariyyah ini disebutkan dalam teks Putusan Tarjih. 

Selain itu, terdapat juga penetapan sifat-sifat Allah yang lain, selain sifat dua puluh, yakni sifat-sifat semisal: khalq (menciptakan/khalaqa) dan yad (tangan). 

Sifat takwiin Maaturiidiyyah sebagai satu sifat tambahan lainnya, pun juga disebutkan dalam Putusan Tarjih melalui penyebutan nama sifat khalq bagi Allah, yang mana khalq itu sendiri, sebenarnya sama saja dengan takwiin, dari sisi maknanya/pengertiannya.

Dengan demikian, tidak diragukan lagi kedua konsep itu (trilogi tauhid dan sifat dua puluh) benar-benar ada dalam Muhammadiyah dan boleh diajarkan kepada warga-warga beserta kader-kader Muhammadiyah -dengan tetap teks Himpunan Putusan Tarjih itu sendiri sebagai acuan utamanya dalam mengajarkan-. 

Demikianlah adanya, wallaahu a'lam. 

Catatan kaki:

[1] Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih 1, (Yogyakarta, 2019 M), hlm. 13-14.

[2] Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, "Beberapa Masalah Tauhid" Suara Muhammadiyah, (Yogyakarta, 16 Oktober 2022 M), hlm. 22.

[3] Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, "Beberapa Masalah Tauhid" Suara Muhammadiyah, (Yogyakarta, 16 Oktober 2022 M), hlm. 25.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama