Pengertian ilmu tajwid

Edumuslim.org - Ilmu tajwid menjadi salah satu cabang ilmu yang urgen dalam disiplin keilmuan islam. Bahkan ilmu tajwid menjadi satu-satunya ilmu yang objek pembahasan dan penerapannya langsung dengan Al-Qur'an. Maka sudah selayaknya bagi seorang muslim lebih serius lagi dalam mempelajari ilmu tajwid sampai pada titik memahami dan mengamalkan.

Pengertian Tajwid


Secara bahasa kata Tajwid berasal dari akar kata:

جَوَّدَ - يُجَوّدُ - تَجْوِيْدًا

"Membaguskan atau menjadikan sesuatu jadi bagus". Kata tajwid juga semakna dengan kata Tahsin.

Adapun secara istilah Tajwid adalah:

"Mengeluarkan huruf dari makhrojnya serta memberikan hak (sifat-sifatnya) dan mustahaqnya (tebal tipisnya)"

Jadi Tajwid adalah: ilmu yang mempelajari cara melafadzkan huruf-huruf hijriyah sesuai dengan makhroj dan sifatnya dengan sempurna, baik huruf tersebut sendirian maupun terangkai dalam kata atau kalimat, serta hukum-hukum yang timbul dari hubungan antar huruf setelah hak huruf diberikan.

Objek Ilmu Tajwid


Objek pembahasan Pembahasan ilmu tajwid adalah: Lafadz-lafadz atau ayat-ayat Al-Qur'an dari segi kesempurnaannya dalam pengucapannya.

Pencetus Ilmu Tajwid


Secara amaliyah atau praktek, peletak pertama ilmu tajwid adalah Rasulullah SAW, karena beliau yang pertama kali mengamalkan dan mempraktekkan tajwid dalam membaca Al-Qur'an.

Adapun secara teori para ulama berbeda pendapat perihal peletak ilmu tajwid yang pertama kali, diantaranya:

  1. Abul Aswad Ad-Duali
  2. Abu Ubaid Qosim bin Salam
  3. Kholil bin Ahmad Al-Farahidi
  4. Abu Umar Hafsh Ad-Durri
  5. Abu Muzahim Musa bin Ubaidillah Al-Khoqoni.

Nama yang terakhir inilah yang dianggap sebagai peletak dasar ilmu tajwid. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Jazari, karena para peneliti tidak menemukan naskah tajwid yang membahas ilmu tajwid yang lebih tua dari pada naskah yg disusunnya. Kitab tersebut bernama Qoshidah Khoqoniyah fi Ilmi Tajwid.

Hukum Mempelajari Tajwid


Hukum membaca Al-Qur'an dengan bertajwid adalah Fardhu Ain. Adapun mempelajari ilmu tajwid secara mendalam maka hukumnya Fardhu Kifayah.

Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid


  • Menjaga lidah dari kesalahan dalam membaca Al-Qur'an
  • Menjaga keaslian bacaan Al-Quran sebagai pertama kali diturunkan
  • Mengharapkan ridho dan pahala dari Allah

Bolehkah Membaca al-Quran tanpa tajwid?


Imam Ibn Al-Jazari dalam Nazhoman Matan Al-Jazariyah mengatakan: 

من لم يجود القرأن آثم

"Barang siapa yang membaca al Quran tanpa tajwid, maka dia berdosa"

Benarkah Nazhoman ini tidak ada dalilnya?


Dalam Kitab Syarah Matan Jazariyah dijelaskan secara tegas bahwa orang yang membaca al Quran tanpa tajwid termasuk golongan Kadzdzâbun 'alallôh wa Rosûlih artinya orang-orang yang mendustakan Allôh dan Rosul-Nya. Hal ini selaras dengan firman Allôh Swt: 

وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ تَرَى ٱلَّذِينَ كَذَبُواْ عَلَى ٱللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسۡوَدَّةٌۚ أَلَيۡسَ فِي جَهَنَّمَ مَثۡوٗى لِّلۡمُتَكَبِّرِينَ

"Dan pada hari Kiamat engkau akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, wajahnya menghitam." (Az-Zumar, 60)

Dari sahabat Zaid bin Tsabit رضي الله عنه dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم beliau bersabda:

إن الله يحب أن يقرأ هذا القرآن كما أنزل  (أخرجه ابن خزيمة في صحيحه)

"Sesungguhnya Allah menyukai al Quran ini dibaca sebagaimana al Quran tersebut diturunkan."

Artinya adalah bahwa Allah menurunkan al Quran kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dengan standart bacaan yang benar (tartil). Nabi Muhammad menyampaikan kpd para sahabat juga dengan standart yang benar. Para sahabat menyampaikan kepada para tabi'in dan terus menerus mutawatir sampai kepada kita. 

Dalam sebuah fatwanya Imam Ibn Al-Jazari menyampaikan: 

من استأجر شخصا ليقرئه القرأن أو ليقرأ له ختمة فأقرأه القرأن أو قرأ له الختمة بغير تجويد لايستحق الأجرة

Barangsiapa hendak memberikan upah, bisyaroh, salam templek kepada orang yang mengajarkan al-Quran atau orang yang diminta untuk Khataman al-Quran, lantas orang tadi ternyata mengajarkan al-Quran dan membacanya tanpa tajwid, maka dia tidak berhak menerima upah.

Bacaan yang baik (tartil) adalah indikator baiknya kualitas iman seseorang terhadap al Quran.

ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَتۡلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

"Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya (bacaan yg benar secara tartil dan tajwid), mereka itulah yang beriman kepadanya." (Al-Baqarah: 121)

Kesempurnaan iman seseorang terhadap al Quran dilihat dari bagaimana kualitas ia dalam membaca al Quran, merenungi maknanya dan mengambil nasehat dan pelajaran utk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. (Imam Ghazali dalam ihya')

Memang ada sebagian pendapat (ulama muta'akhirin) yang mengatakan bahwa kurang teliti dalam bacaan izhhar, idghom, mad, tafkhim, tarqiq "selagi tidak merusak makna" maka tidak berdosa (wajib shina'i) Namun sebagaimana keterangan hal tersebut akan mempengaruhi kesempurnaan bacaan dan menyalahi standart bacaan.

Nah, yang dikhawatirkan adalah nantinya akan menjadikan orang-orang yang males dan meremehkan belajar al Quran. "Bacaanku gini saja sdh cukup, Walaupun gak teliti dengung, tebal tipis Ro' ndak papa, yang penting gak ngrusak arti". 

Kesimpulannya adalah bacaan al Quran yang bagus (tartil dan tajwid) adalah bacaan yang dicintai oleh Allah تعالى. Selain itu para malaikatpun akan senantiasa mendengarkan bacaan al Quran yg dibaca secara standart. Sebagaimana sabda Nabi:

الماهر بالقرآن مع السفرة الكرام 

"Orang yg mahir (bagus) bacaan al Qurannya, maka ia bersama para malaikat yang mulia lagi taat" 

Sejarah Penulisan Ilmu Tajwid


Sebagaimana dijelaskan dalam Muqoddimah kitab At-Tajwîd Al-Muyassar (hal. 2) bahwa sejak abad ke 2 - 8 hijriyah para ulama  telah berusaha menulis tentang dasar-dasar pondasi ilmu tajwid. Disebut demikian sebab pada masa tersebut ilmu tajwid masih berupa "puzzle-puzzle" karena pembahasannya belum utuh dan istilah ilmu tajwid ketika itu masih belum populer dengan menggunakan istilah ilmut tilâwah wal adâ' atau husnul adâ'

Barulah di abad ke 9 Al-Imam Ibnu Al-Jazari (W 833H) dengan Al-Muqoddimah Al-jazariyyahnya yang telah membahas ilmu tajwid secara lebih utuh dan lengkap mencakup Makhôrijul hurûf, washifâtihâ, al-masâil tajwîdiyyah, al-waqfu wal ibtidâ' sehingga karya beliau ini mampu menjad wâsithotul 'aqdi (perantara pengikat) atau batu pijakan dalam perkembangan ilmu tajwid pada abad-abad selanjutnya dengan bukti bahwa kitab ini banyak disyarahi oleh ulama-ulama setelah beliau.

Selanjutnya berikut ini adalah nama para ulama beserta karya tulisnya yang telah menjadi pondasi dasar dalam ilmu tajwid, di antaranya adalah:

Abad 2 dan 3 hijriyah

1. Al-Kholîl bin Ahmad Al-Farôhîdî (W 170H). Beliau menulis kitab _Al-'Aîn_ yang membahas tentang Makhôrijul hurûf wa shifàtihà.

2. Abu Bisyr 'Amr bin 'Utsmàn / lebih terkenal dengan nama Imam Sîbawaih (W 180H). Beliau menulis kitab Al-Kitàb yang membahas tentang Idghôm.

3. Ahmad bin Yazîd Al-Mubarrod (W 285H). Beliau menulis kitab Al-Muqtadhob yang membahas tentang suara / bunyi dealek arab dalam hal Idghôm.

Kemudian barulah pada abad 4 hijriyah 4 Abu Muzàhim Al-Khàqànî (W 325H) menulis ilmu tajwid dengan pembahasan yang lebih rinci dalam bentuk nazhoman Rôiyyah (nazhoman yang diakhiri huruf Rô') dengan judul Al-Qoshîdah Al-Khàqàniyyah yang berjumlah 51 bait. 

Dalam kitab Ghôyatun Nihâyah (2/321) Imam Ibn Al-Jazari (W 833H) menjelaskan bahwa: "Musa bin 'Ubaidullàh bin Yahyà / Abu Muzàhim al-Khàqànî al-Baghdàdî  adalah ulama pertama yang menyusun Kitab Tajwid dengan penjelasan yang lebih rinci dengan judul Al-Qoshîdah Al-Khàqàniyyah yang kemudian kitab tersebut disyarahi oleh Abu 'Amr Ad-Dànî (W 444H).

Berlanjut pada abad ke-5 sampai ke-8 Hijriyah, yaitu:

5. Abul Hasan 'Ali bin Ja'far Ar-Rôzî (W 410). Beliau menulis kitab At-Tanbîh 'âlâ lahnil jaliy wa lahnil khofiy.

6. Abu Muhammad Makkî bin Abu Tholib al-Qoisî (W 437H). Beliau menulis kitab Ar-Ri'âyah li tajwîdil qirôah wa tahqîqi lafzhit tilàwah.

7. Abu 'Amr Ad-Dànî (W 444H). Beliau menulis kitab At-Tahdîd fil itqôn wat tajwîd. Beliau yang mensyarahi Al-Qoshîdah Al-Khàqàniyyah. 

8. Abul Hasan Syuraih bin Muhammd Ar-Ru'aini Al-Isybilî Al-Andalûsî (W 539H). Beliau menulis kitab Nihàyatul itqôn fî tajwîdi tiláwatil qur'àn.

9. Abul Hasan 'Ali bin Muhammad bin 'Abdush Shomad As-Sakhôwî Al-Mishrî Asy-Syàfi'î (W 643H). Beliau menulis kitab nazhoman 'Umdatul Majîd (64 bait) yang kemudian disyarahi oleh Hasan bin Qôsim An-Nahawî (W 749H) dengan judul kitab Al-Mufîd fi syarhi 'umdatul majîd fin nazhmi wat tajwîd.

10. Najmuddîn Muhammad bin Qaisar bin Abdillah Al-Baghdàdî (W 721H). Beliau menulis kitab Ad-Durrun nadhîd fî ma'rifatit tajwîd berupa nazhoman Lāmiyyah sebanyak 271 bait.

Taqiyyuddîn Abu Ishaq Ibrahim bin Umar Al-Ja'barî (W 732H). Beliau menulis kitab 'Uqûdul jumàn fî tajwîdil qur'ân. Dan lain-lain.

Dan barulah pada abad pertengahan abad ke 8 hijriyah tahun 751 H lahirlah seorang ulama dengan gelar Syaikhul Qurrô', Al-Imâm, Al-Hâfizh, Al-Muqri', Al-Mujawwid, Al-Muhaddits, Al-Mufassir, Al-Faqîh, An-Nahawi, Al-Bayànî, Al-Muarrikh, Abul Khoîr Syamsuddîn Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin 'Ali bin Yûsuf bin Al-Jazarî Ad-Dimasyqî yang terkenal dengan Ibnu Al-Jazarî (W 833H) beliau telah menulis beberapa kitab di antaranya adalah:

Pada usia 19 tahun beliau menulis kitab At-Tamhîd fî 'ilmit tajwîd ketika berada di Mesir pada tahun 769H (255 halaman).

Pada usia 48 tahun beliau menulis kitab Al-Muqoddimah fî mà yajibu 'alà qôri'il Qur'ân an ya'lamah atau lebih dikenal Al-Muqoddimah Al-jazariyyah (107 bait) yang disusun pada tahun 799 H ketika berada di Kota Bursho / Ibukota pertama kerajaan Turki Utsmani. 

Semasa hidup beliau telah menulis ±83 kitab berupa pembahasa qirôât, tajwîd, hadîts, dll. Insyâallâh dalam edisi selanjutkan akan kami tulis tentang biografi beliau yang luar biasa.

Demikian Alhmadulillâh telah selesai review singkat tentang kitab-kitab tajwid dari generasi abad 2 - 9 hijriyah. Tentunya perkembangan karya tulis tajwid terus berkembang pada abad-abad selanjutnya dan insyâallâh akan kami riview beberapa kitab tajwid yang ditulis oleh ulama-ulama mutaakhkhirîn seperti kitab Haqqut tilâwah, Nihâtul qoulil mufîd, Hidâyatul qôrî, at-Tajwîd al-Mushowwar, dll. Wallôa'alam bishshowâb.

Penulis: Al-Faqîrôni, M. Hafizh dan M. Hamzah

Daftar Rujukan:
  • An-Nasyr fî qirôâtil 'asyr
  • At-Tajwîd al-muyassar
  • Al-Fathur robbàny fî syarhi rôiyyatil khoqqôny
  • At-Tamhîd fî 'ilmit tajwîd
  • Al-Muqoddimah al-Jazariyyah

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama