Nikah dengan adik ipar

Edumuslim.org - Pernikahan dalam pandangan islam telah diatur sedemikian detail dan jelas. Bahkan al Qur'an menyebutkan kata nikah diulang sebanyak 23 kali. Pernikahan dalam islam tidak sekedar untuk pemenuhan kebutuhan biologis pasangan suami istri. Namun pernikahan memiliki tujuan lebih mulia dan agung sebagai bagian dari hamba Allah. 

Diantara ketentuan pernikahan yang diatur dalam Islam adalah adanya syarat-syarat yang wajib terpenuhi bagi calon suami istri. Seperti tidak adanya status kemahroman antar keduanya. Lantas bagaimana status pernikahan dengan saudara ipar, seperti kakak atau adik istri? Apakah pernikahan dengan ipar diperbolehkan? 

Berikut ini adalah penjelasan tentang status pernikahan dengan saudara ipar yang ditulis oleeh Ustadz Yani Fahriansyah dalam postingannya di akun Facebook pribadinya.

1. Abdullah menikah dengan Mawar


Haram hukumnya bagi Abdullah menikahi adik/kakak Mawar, bibi atau keponakan Mawar atau saudari sepersusuan Mawar, selama Mawar masih berstatus istri Abdullah. Ini artinya keharaman tersebut bersifat sementara.

وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ

”Juga tidak boleh menggabungkan dua wanita bersaudara.” (QS. An-Nisa: 23).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلَا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا

“Tidak boleh menikahi seorang wanita dan bibinya -jalur ayah- sekaligus. Tidak pula menikahi seorang wanita dengan bibinya -jalur ibu-.” (HR. Muslim) 

2. Jika Abdullah menceraikan Mawar


Setelah cerai, Mawar menjalani masa iddah. Di masa iddah ini, Abdullah tidak boleh menikahi adik, kakak, bibi atau saudari sepersusuan dari Mawar kecuali setelah Mawar menyelesaikan masa iddah. Sebab dalam masa iddah, Mawar masih “terhitung” istri bagi Abdullah sehingga keharaman Abdullah menikahi wanita yang disebutkan tadi masih berlaku. Abdullah boleh menikahi salah satu dari wanita-wanita tersebut setelah selesai masa iddah Mawar.

Sementara Mawar sendiri, di masa iddah ini tidak boleh menikah dengan lelaki manapun, termasuk dengan abang/adik Abdullah, kecuali setelah Mawar menyelesaikan masa iddahnya. Jangankan menikah, di masa iddah, Mawar tidak boleh ta’aruf dan dilamar atau menerima lamaran lelaki lain.

3. Sekiranya Mawar wafat


Sekiranya Mawar wafat, karena memang status pernikahan terputus dengan wafat, Abdullah boleh segera menikahi salah satu wanita-wanita yang sebelumnya kami sebutkan di atas tanpa ada kaitannya dengan iddah. Tentu ini hukum boleh, bukan anjuran.

Begitu pula sekiranya Abdullah segera menikah dengan wanita lain yang tidak ada hubungannya dengan Mawar. Di masa Mawar hidup saja boleh bagi Abdullah menikah dengan wanita lain, tentu lebih boleh lagi jika Abdullah menikah setelah Mawar wafat, bahkan jika pun ia menikah di hari Mawar wafat. Sekali lagi ini hukum boleh, tinggal dipertimbangkan nilai kewajaran terkait menikah lagi di hari istri wafat.

4. Zina dengan Ipar


Jika menikahi ipar saja dalam ikatan pernikahan tidak boleh dan itu haram (haram sementara) maka zina dengan ipar jauh lebih berdosa. Dan zina tersebut haram selamanya. Sebab ipar termasuk sosok yang memiliki hubungan dengan istri kita yang harus sama-sama saling menjaga kehormatan antara kita dengannya. Karena itu, berzina dengan ipar lebih berdosa dibanding zina dengan wanita lain. Demikian pula misalnya berzina dengan mertua, itu lebih parah dan jauh lebih berdosa dibanding zina dengan wanita lain.

Semoga Allah berikan taufik utk kita semua utk bertaubat, belajar dan mengamalkan syariat. Wallahu a’lam.

Sumber: Postingan Ust. Yani Fahriansyah

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama